Ilustrasi Kuliah
"Gerakan NII terus dikapitalisasi oleh berbagai pihak. NII masuk ke banyak perguruan tinggi di Indonesia. Kita prihatin dengan kondisi seperti itu, karena menunjukkan bahwa kebhinekaan yang kita bangun selama ini bisa dibilang gagal," ujar Ismail, di Kampus Syariah, UIN Jakarta, Kamis (28/04/2011).
Menurutnya, melalui Serikat Akademisi Pengawal Pilar Bangsa, akan dibuka ruang intelektual yang terbuka sehingga berbagai macam pikiran bisa saling berbagi tanpa ada yang disembunyikan. Para pengajar ini menduga, sejumlah mahasiswa yang diam-diam mengikuti gerakan radikalisme karena mereka tidak memiliki wadah untuk menyalurkan pemikiran mereka mengenai keagamaan. Sehingga, ada kecenderungan memilih gerakan yang menerima mereka dan dirasa sejalan dengan idealismenya.
"Orang kalau semakin diproteksi ketika memiliki pandangan-pandangan tertentu justru dia akan semakin ekstrim. Makanya, kami juga akan membuka wadah yang membimbing mahasiswa agar mengkritisi berbagai ajaran ataupun tulisan dan ajakan yang mereka terima dari orang luar. Jika tidak demikian, bisa saja mereka akan mengikuti itu ajaran yang menyimpang," ujarnya.
Para dosen pengajar di UIN ini mengkhawatirkan, jika ada mahasiswa yang sudah terlanjur terdoktrin ajaran seperti NII, akan menyebarkan kepada orang lain yang berada lingkungan mereka.
"Bayangkan kalau ada dari mereka (anggota NII) yang setelah lulus kemudian menjadi guru atau pengajar di lembaga pendidikan. Mereka kemudian akan secara terselubung memberikan ajaran-ajaran yang menyimpang ini kepada anak didiknya. Kalau anak didiknya berjumlah 30 orang, berarti sudah 30 orang yang sudah terdoktrin ajaran ini," kata dosen Ekonomi Islam di Fakultas Syariah UIN, Muhammad Zen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar