Jumat, 19 Agustus 2011

Gemuk Bukan berarti Tak Sehat


Ini adalah kabar baik bagi mereka yang memiliki postur tubuh tambun. Sebuah studi terbaru mengungkapkan, tidak semua orang gemuk harus bekerja keras menurunkan berat badan karena mereka mungkin saja bisa tetap sehat walaupun tubuhnya gemuk.

Penelitian di Kanada mengindikasikan, mereka yang obesitas tetapi tidak memiliki komplikasi (penyakit), dapat hidup lama sama seperti individu yang tak mengalami obesitas. Padahal, obesitas selama ini dikenal sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko pelbagai komplikasi penyakit.

"Ilustrasi ini (hasil penelitian) tak bisa berlaku untuk semua individu yang mengalami obesitas. Kita harus melihat terlebih dulu apakah mereka (yang mengalami obesitas) memiliki faktor risiko tambahan yang mengindikasi buruknya kesehatan untuk menentukan apakah mereka harus mengurangi berat badan atau tidak," ujar Jennifer Kuk, peneliti yang juga asisten profesor di Universitas York-Toronto.

Dalam risetnya, Kuk menganalisa data sekitar 6.000 pasien obesitas yang mengunjungi klinik kesehatan di Dallas dalam kurun waktu antara 1987 hingga 2001. Partisipan diperiksa oleh dokter apakah mengalami komplikasi penyakit dan diwawancara tentang aktivitas fisik, asupan buah dan sayuran, serta upaya pelangsingan.

Hasilnya menunjukkan, pasien yang masuk kategori level 2 atau 3, tercatat 1,6 kali berisiko lebih tinggi meninggal karena beragam penyebab, dan 2 kali lebih tinggu berisiko mati akibat penyakit kardiovaskuler ketimbang individu dengan berat normal.

Akan tetapi, pasien yang masuk kategori 0 atau 1 tidak memiliki perbedaan risiko kematian dibandingkan orang dengan berat normal. Bahkan, mereka yang masuk kategori 0 atau 1 berisiko lebih rendah meninggal akibat penyakit kardiovaskuler dibanding mereka yang beratnya normal.

Mereka yang masuk kategori 0 dan 1 adalah individu yang lebih aktif secara fisik serta lebih sering mengonsumsi buah dan sayuran dibanding pasien kategori 2 dan 3. Pasien kategori 0 atau 1 juga cenderung lebih jarang melibatkan diri dalam progam diet atau pelangsingan.

Menurut Kuk, menjalani progam pelangsingan akan menimbulkan risiko bagi kesehatan apabila tubuh kembali ke bentuk semula atau juga dikenal dengan istilah "diet yo-yo". Fakta juga menunjukkan bahwa diet yo-yo mungkin lebih tidak sehat bagi beberapa pasien obesitas dibandingkan mereka yang mampu mempertahankan berat badannya.

"Kebanyakan dari mereka yang berhasil menurunkan berat badan pada akhirnya kembali gemuk, bahkan kenaikannya bisa lebih besar dibandingkan jumlah yang dihilangkan (berat badan), dan itu berisiko bagi kesehatan," jelas Kuk.

Para peneliti kini sedang mengembangkan sebuah sistem skala yang dapat membantu para dokter untuk menentukan pasien obesitas mana yang akan mendapatkan keuntungan dari program penurunan berat badan.

Sementara itu Dr. Pieter Cohen, asisten profesor medis dari Universitas Harvard dan ahli penyakit dalam di Cambridge Health Alliance menyatakan, bukan hal yang mustahil bagi mereka yang kelebihan berat badan atau obesitas untuk hidup sehat. Tetapi, ia menilai hasil riset ini masih terlalu dini untuk mencoba menyimpulkan individu mana yang mendapatkan keuntungan dari penurunan berat badan.

"Kalau pun kita identifikasi indiividu mana yang berisiko mengalami komplikasi akibat obesitas, masih belum jelas apakah penurunan berat badan akan mengurangi risiko kematian," ujarnya

Untuk mendapat jawaban lebih jelas, Cohen menyarankan para peneliti memilih secara acak penderita obesitas untuk menurunkan atau menjaga berat badan dan menerapkan gaya hidup sehat. Kemudian dilihat kelompok mana yang mengalami perbaikan dalam hal kualitas kesehatan.

Kuk menegaskan pula bahwa hasil penelitian tak ini menganjurkan kepada yang obesitas untuk bebas menambah berat badan. "Sebaliknya, penelitian ini menunjukkan bahwa mempertahankan berat badan, makan dengan benar, dan berolahraga, dalam jangka panjang, lebih baik daripada mencoba menurunkan berat badan," tandas Kuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar