Kaitan antara perjodohan dengan senyawa kimia ini sudah ditemukan sejak 50 tahun lalu ketika peneliti Jerman, Adolf Betendandt, menemukan feromon, senyawa kimia yang dikeluarkan hewan untuk menarik pasangannya. Hewan-hewan yang sudah diteliti dan diyakini mempunyai feromon antara lain amuba, hamster, ngengat, gajah, ikan, lobster, kelinci, semut, serta kera.
Makna feromon adalah senyawa yang disekresi oleh satu individu dan diterima oleh individu lain pada spesies yang sama. Reaksi yang timbul pada lawan jenis sangat khas, salah satunya adalah perubahan perilaku, dari biasa saja menjadi "termehek-mehek."
Bagaimana dengan manusia? Para ahli masih terus meneliti namun sejauh ini mereka cukup yakin kalau kelenjar-kelenjar di dalam tubuh manusia juga mengeluarkan bau khas. Aroma yang unik antar individu ini juga dipercaya menjadi semacam sex appeal.
Sejumlah peneliti juga menegaskan, sifat feromon pada manusia mungkin tidak seperti senyawa sejenis pada hewan. Manusia memiliki kemampuan visual yang sangat baik dan sangat berpengaruh dalam menimbulkan ketertarikan pada lawan jenis. Itu sebabnya sex appeal manusia tidak bergantung sepenuhnya pada feromon, tidak seperti pada binatang.
Hormon
Jika keberadaan feromon masih kontroversial, lain halnya dengan hormon-hormon dalam tubuh kita. Penelitian menunjukkan, ketika seseorang memandang kekasih hatinya, dopamin akan merangsang bagian tertentu di otak sehingga menimbulkan kekuatan, kegembiraan dan kebahagiaan.
Menurut Helen Fisher, PhD, guru besar antropologi Rutgers University dan penulis buku Why We Love, sesuatu yang mendebarkan saat bersama pasangan akan memicu produksi hormon dopamin dan norepinephrine. Hormon ini juga akan mendongkrak testosteron dalam sistem saraf yang meningkatkan gairah seks.
Peneliti-peneliti lain menunjukkan bahwa gangguan kimiawi tubuh memang terbukti ketika seseorang jatuh cinta. Misalnya didapatkan bahwa kadar serotonin orang yang terobsesi dan kekasihnya 40 persen lebih rendah dari kadar serotonin orang normal.
Hormon lain yang sering dikaitkan dengan cinta adalah oksitosin. Menurut penelitian, orang-orang yang setia pada pasangannya sampai kakek-nenek biasanya memiliki hormon oksitosin yang tinggi. Hormon oksitosin juga akan dikeluarkan oleh tubuh ketika seorang ibu menyusui bayinya.
Keampuhan hormon oksitosin ini sudah dimanfaatkan para ahli untuk menjual produknya yang diklaim mampu meningkatkan rasa cinta. Produk yang mengandung oksitosin dijual dengan klaim akan membuat orang yang memakai oksitosin ini terlihat lebih menarik di mata pasangannya.
Pada pria dan wanita ternyata hormon cinta ini bekerja dengan cara berbeda. Hormon ini akan membuat seorang wanita ingin merawat dan mengasuh bayinya serta membuat ikatan batin mereka menjadi kuat.
Sebaliknya pada pria, hormon testosteron dalam tubuh mereka membuat kadar oksitosin berkurang. Itu sebabnya mengapa naluri pengasuhan mereka tidak sekuat kaum hawa.
Di saat kita merasakan kenikmatan orgasme, tubuh akan mengeluarkan serotonin. Bersama dengan dopamin, serotonin bekerja meningkatkan gairah. Selain itu, serotonin juga membantu mengatur selera makan dan pola tidur, memperbaiki suasana hati, serta meningkatkan kemampuan menahan rasa sakit.
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar